Jumat, 31 Maret 2017
Tata Suara Multikanal
TATA SUARA MULTIKANAL
Format Audio Surround :
·
Dolby ProLogic, utk VCD
·
Dolby Digital (DD) atau Dolby
AC-3, utk Laser
Disc, DVD & Blue-ray Disc
·
DTS, utk Laser Disc, utk DVD
& Blue-ray Disc
·
SDDS, utk Gedung Bioskop
komersial
Dalam
perangkat audio-video home theater, fitur suara menjadi sangat penting. Maklum
saja, fitur ini menjadi kunci pembuka sensasi menonton di bioskop.
Alasan
kedahsyatan suara inilah yang membikin orang tertarik membeli dan membangun
home theater.
Surround sound adalah mencakup berbagai teknik
untuk memperkaya kualitas reproduksi suara dari sumber audio dengan
cara saluran audio direproduksi melalui tambahan perangkat berupa speaker yang
terpisah, sehingga lingkup pendengaran tiga-dimensi (3D) pada manusia hampir
dapat dicapai dengan saluran audio yang mengelilingi pendengar.
Surround
sound ditandai dengan lokasi pendengar atau sweet spot dimana efek audio
bekerja dengan baik, dan menyajikan perspektif tetap atau maju dari bidang
suara untuk pendengar di lokasi ini. Lingkup pendengaran tiga-dimensi (3D) pada
manusia hampir dapat dicapai dengan saluran audio yang mengelilingi pendengar.
Di
pasaran umum, ada dua format suara surround yang paling sering diaplikasikan,
yakni Dolby Digital dan DTS. Masing-masing format sudah
mengalami perkembangan teknologi selama lima-belas tahun belakangan, namun prinsip
kerja mereka tetap saja, yakni,
mengatur suara ke dalam enam output sehingga menghasilkan suara menggelegar.
Enam
output itu berupa satu speaker kanan, speaker kiri, speaker tengah, speaker
surround kanan, speaker surround kiri, ditambah satu subwoofer untuk
mengalirkan suara-suara efek frekuensi rendah. Jadi, sistem ini disebut sistem 5.1.
Dolby
Digital (DD) mulai dikembangkan tahun 1987, dengan sistem 5.1, adapun Digital
Theater System (DTS) baru menyusul empat tahun kemudian. Dolby Digital pertama
kali diaplikasikan tahun 1995 dalam video Clear and Present Danger, sedangkan
DTS digunakan dalam laser disk Jurassic Park (1997).
Dolby Digital pertama kali
memasuki pasar dengan di rilisnya film Batman Return tahun 1992. Pada
tahun-tahun awal ini pesaing utama Dolby Digital adalah Kodak CDS (Cinema
Digital Sound) yang ternyata telah lebih dahulu beredar dipasar dari tahun
1990–1992 dengan 9 judul film, termasuk diantaranya yaitu film Terminator 2. Namun
akhirnya sistem CDS tidak digunakan lagi sejak Universal Studio mengadopsi
Dolby Digital secara luas. Sampai akhirnya pada tahun 1993, DTS (Digital
Theater System) dan SDDS (Sony Dinamic Digital Sound) diperkenalkan
lewat film Jurasic Park dan Last Action Hero. Perlahan-lahan format DTS
kemudian banyak di adopsi oleh film-film box-office. Sejak itu dominasi Dolby
yang telah puluhan tahun diramaikan dengan persaingan format DTS dan berlomba
menjadi sistem audio surround yang terbaik. Belakangan sistem surround tidak
saja hanya untuk konsumsi film theater, tetapi kemudian meluas diadopsi oleh
sistim audio/video konsumen rumah seperti DVD/Home Theater.
Berikut ini rangkuman beberapa
standar sistem surround yang kerap dijumpai di pasar. Ada beberapa logo yang
sering tertera pada cover Radio Tape, VCR, DVD, DVD player, video game dan
beberapa sistem audio video yang terintegrasi dalam home theater.
Dolby Pro Logic
Tahun 1982 Dolby
Laboratries Inc. mulai memberikan lisensi yang membolehkan sistem audio
surround untuk konsumsi perangkat rumah seperti perangkat VCR VHS/Beta.
Dolby Surround merupakan trade mark yang menunjukkan bahwa sistem audio dari
rekaman audio/video tersebut telah mengadopsi sistem ini. Dolby Surrond adalah
standar format rekaman audio yang meng-encode 4 kanal suara (terdiri dari left,
right, center dan surround) menjadi 2 kanal stereo. Seiring dengan itu, sistem
Dolby Pro Logic adalah decoder yang di adopsi oleh banyak perangkat pemutar
untuk men-decode 2 trek stereo tersebut menjadi empat kanal suara left,
right, center dan surround. Tanpa decoder, format Dolby Surround
yang terdengar adalah seperti kualitas stereo biasa. Walaupun kadang ada sistem
yang dilengkapi dengan 5 speaker, namun 2 speaker surround-nya merupakan satu
kanal surround mono.
Logo untuk Dolby Pro Logic adalah sebagai berikut:
Dolby Pro Logic II
Sistem ini merupakan
pengembangan lebih lanjut dari Dolby Pro Logic (yang dikenal juga dengan Dolby
Pro Logic I). Bedanya, sistem Dolby Pro Logic II dapat men-decode 5 kanal
surround (left, right, center, left surround dan right surround) dari
rekaman stereo. Lima kanal surround dapat di decode dari 2 kanal stereo apa
saja dan tidak tergantung apakah rekaman ini telah di encode dengan format
Dolby Surround apa tidak. Suara surround yang dihasilkan adalah suara surround
stereo.
Logo Dolby Pro Logic II adalah seperti berikut:
Dolby Digital 5.1
Pada tahun 1984 Dobly
mengembangkan standard encoding digital kanal audio yang dinamakan format AC1
(audio coder 1). Format ini diadopsi oleh beberapa penyelengara broadcast tv
satelite dan tv cable. Kemudian di kembangkan format AC2 dengan kualitas audio
yang lebih baik. Seiring dengan perkembangan teknologi digital dan chip DSP
(Digital Soundfield Proccessor), kemudian Dolby Laboratories mengembangkan
Dolby AC3 di tahun 1992 yang menjadi cikal dari sistem surround Dolby Digital
5.1 atau disebut singkat dengan Dolby Digital (disingkat DD). Dahulu sistem ini
disebut juga dengan Dolby SRD (Spectral Recording Digital). Konfigurasi
5.1 memiliki 6 kanal suara yang terpisah. Dinamakan demikian, sebab pada sistem
audio ini ada terdapat 5 kanal utama ( right, center, left, right surround,
left surround) dan satu kanal dengan notasi 0.1 yaitu kanal efect yang
disebut LFE (Low Frequency Effect). Pada prakteknya kanal effect ini di
realisasikan dengan sub-woofer, untuk mem-visualisasikan suara efek seperti
suara bom, gemuruh gempa dan hentakan kaki dan sebagainya. Namun pengertian
kanal LFE tidak mesti sama dengan sub-woofer, sebab LFE membawa informasi
fraksi dari frekuensi-frekuensi rendah yang bisa saja dibagi ke speaker
surround kanan dan kiri. Besar data rate digital pada sistem DD adalah 384 kbps
(kilo bits per second) sampai 448 kbps
dengan sampling 48 KHz.
Logo Dolby Digital 5.1 adalah sebagai berikut:
DTS Digital
Tahun 1992 merupakan tahun
yang penting buat perkembangan sistem DTS. Saat itu mereka dapat meyakinkan
Steven Spielberg melalui demonstrasi format ini yang dimainkan dari rekaman
yang disimpan dalam hardisk. DTS kemudian diadopsi untuk film box office
Jurasic Park. Sistem DTS Digital atau di singkat DTS juga memiliki 6 kanal
suara dengan format 5.1. Sama seperti DD ada kanal LFE yang membawa frekuensi
rendah 20 – 80 Hz. Standard rate datanya adalah 1.4 Mbps untuk CD/LD dan 1.5
Mbps untuk DVD dengan sampling 48 KHz dan resolusi 24 bits.
Memang ukuran data DTS
lebih besar atau standard ratio kompresinya (3.5 : 1 dibanding 12 : 1 pada DD)
lebih tidak efisien dibandingkan DD, namun argumen yang dikemukan oleh DTS
adalah semakin kecil ratio kompresi maka suara yang dihasilkan DTS akan lebih
natural.
Logo DTS adalah sebagai berikut :
SDDS
Sistem SDDS (Sony
Dinamic Digital Sound) dari Sony ini memiliki 6 atau 8 kanal suara (right,
left right center, center, left center, sub woofer, right surround dan left
surround). Beberapa film layar lebar menggunakan format SDDS terutama
film-film produksi Sony Entertainment. Reader dan decoder
khusus untuk ini di tambahkan pada proyektor pemutar film. Format SDDS sampai
saat ini secara eksklusif hanya ada untuk film bioskop saja dan belum di adopsi
untuk konsumen rumah. Tentu
saja hingga kini SDDS belum di-support oleh banyak pemutar DVD/ home
theater.
Logo SDDS ada;lah sebagi berikut:
THX : Tomlinson Holman X-periment
THX bukanlah suatu standard
format rekaman suara, melainkan standard bagaimana sistem audio video yang baik
dapat dihasilkan. THX merupakan lembaga sertifikasi kualitas performansi audio
pada suatu ruangan, antara lain meliputi sertifikasi untuk perangkat Laser Disc, DVD, Blue-ray Disc, dan bioskop komersial. Lembaga ini digagas oleh Lucas Films dan nama THX diambil
dari film Lucas pertama yang berjudul 'THX 1138'. Nama Tomlinson Holman yang
kala itu selaku direktur teknik Lucas film, bersama timnya tahun 1980-an adalah
pionir yang menetapkan cikal bakal dari standard THX saat ini.
Logo THX adalah sebagai berikut:
Untuk
sistem audio, sertifikasi lebih ditujukan pada desain tata ruang, isolasi,
desain akustik, serta pemilihan dan penempatan sistem audio. Ada dua jenis
sertifikasi, yang pertama dinamakan THX Ultra untuk ruangan sekelas cinepleks
atau theater dan yang kedua THX Select untuk ruangan kecil seperti home
theater. Sertifikasi ini tentu akan menambah biaya produksi dari satu film atau
perangkat yang mendapat sertifikat. Namun prinsipnya ada harga tentu ada
kualitas.
Penutup
Paparan
ini terlepas dari pro dan kontra tentang mana sistem audio surround yang lebih
baik. Format-format yang berbeda tentu memiliki karakteristik yang berlainan,
serta menawarkan ruang bagi para sinemator berkreasi memvisualisasikan audio
untuk mendukung cerita yang diinginkan. Kualitas suara dan efeknya yang sampai
ke telinga penonton masih tergantung dari kualitas tata ruang, akustik dan lain
sebagainya. Sejauh ini ada 4 format audio yang selalu ada dalam satu rekaman
film diantaranya, DD, DTS dan SDDS dan Stereo Analog standard. Untuk film layar lebar
informasi audio (salah satu atau ke-empatnya) di print di pinggir film seluloid
tersebut. Terkadang ada dua judul film yang sama dibuat dengan rekaman audio
yang berbeda. Tulisan di atas masih menyisakan pokok bahasan tentang format
surround yang muktahir. Diantaranya adalah format 6.1 dan 7.1 dengan DD-EX (Extended),
DTS-ES (Extended Surround) dan DTS 96-24. Bagi konsumen, perbedaan
format-format tersebut menjadi pertimbangan untuk memiliki sistem yang saling
kompatibel.
DATA TEKNIS SISTEM TATA SUARA MULTIKANAL
SPESIFIKASI
|
T A T A S
U A R A
|
||
Dolby Digital (DD)
|
DTS
|
SDDS
|
|
Keluaran analog
(analog output)
|
Kanan, kiri, tengah, surround kanan, surround kiri, subwoofer
|
Kanan, kiri, tengah, tengah kanan, tengah kiri, surround kanan,
surround kiri, subwoofer
|
Kanan, kiri, tengah, tengah kanan, tengah kiri, surround kanan,
surround kiri, subwoofer
|
Jangkauan Frekuensi
|
20 Hz – 20 kHz ±0,5 dB
|
20 Hz – 20 kHz ±0,5 dB
|
5 Hz – 20 kHz ±0,5 dB
|
Efek Bass : 20 Hz – 120 Hz ± 0,5 dB
|
Efek Bass : 20 Hz – 80 Hz ± 0,5 dB
|
||
Jumlah bit
|
24 bit maksimum
|
24 bit maksimum
|
24 bit maksimum
|
Dynamic (volume) range
|
120 dB
|
145 dB maksimum
|
105 dB maksimum
|
Sampling rate
|
32 kHz, 44.1 kHz, 48 kHz
|
48 kHz
|
44.1 kHz
|
Data rate ( kecepatan transfer data )
|
32 kbps – 384 kbps, bergantung jumlah kanal
|
Maksimum 1,28 Mbps atau 1280 kbps
|
|
Kompresi (pemampatan)
|
11 : 1
|
4 : 1
|
5 : 1
|
Berikut ini adalah video perbandingan antara tata suara Dolby Digital dengan tata suara DTS:
Referensi :
Majalah AUDIO VIDEO
No. 9 Tahun II Tgl 05 Juni 2000
Pengertian Home Theater
HOME THEATER
Home Theater atau bioskop rumah adalah sebuah teater yang
dibangun di rumah, yang dirancang untuk meniru (atau melebihi) penampilan/
kinerja dan suasana teater komersial. Saat ini, bioskop rumah menyiratkan
pengalaman "bioskop nyata" di sebuah rumah pribadi.
Sumber : http://hgtvhome.sndimg.com/content/dam/images/hgtv/fullset/2011/6/13/0/Original_Sherry-Rauh-neutral-home-theater_s4x3.jpg.rend.hgtvcom.616.462.jpeg
Perangkat yang dibutuhkan untuk membuat sebuah system
home theater:
1.
Perangkat
sumber audio video atau pemutar audio video ( DVD Player, VCR/VHS Player,
Blue-ray Disc player, dll).
Yang ideal adalah perangkat
audio video yang dapat menghasilkan suara multikanal (system 5.1, atau 7.1,
atau 10.1) atau yang support/mendukung tata suara multikanal (Dolby Digital
AC-3, DTS, SDDS). Dimana peralatan tersebut mempunyai output sebanyak 6 saluran
(Front Left, Front Right, Center, Rear Left, Rear Right, dan Sub-woofer).
2.
AV-Receiver
atau Audio Video Receiver atau Amplifier Multikanal. Yaitu untuk penguat sinyal
baik sinyal video maupun sinyal suara multikanal sebelum diumpankan ke
TV/proyektor (video), maupun ke sistem speaker home theater (suara).
3.
Speaker
home theater atau multikanal, yaitu sistem speaker yang terdiri dari beberapa
buah speaker sejumlah yang dibutuhkan menurut jenis tata suara yang digunakan.
Misalnya untuk tata suara
system 5.1 menggunakan 6 buah speaker (Front Left, Front Right, Center, Rear
Left, Rear Right, dan Sub-woofer). Untuk tata suara multikanal 7.1 menggunakan
8 buah speaker (Front Left, Front Right, Center, Left Surround, Right Surround,
Left Back Surround, Right Back Surround, dan Sub-woofer).
4.
Penampil
video atau penampil gambar. Yaitu untuk menampilkan video yang dapat dilihat
mata. Perangkat yang digunakan berupa TV layar lebar ataupun video projector
yang dilengkapi layar/screen.
5.
Kabel
penghubung, untuk menghubungkan antar peralatan. Kabel yang digunakan adalah
kabel interkoneksi dan kabel speaker.
6.
Perangkat
tambahan lainnya, misalnya pembangkit efek getaran, filter/penyaring sumber
listrik.
Fungsi
masing-masing peralatan home Theater:
1.
Pemutar video audio, sbg pemutar rekaman gambar bergerak
(video) dan suara, diubah ke dalam bentuk sinyal listrik audio dan video.
2.
AV Receiver (Amplifier multi kanal), sbg pemilih sumber
sinyal audio dan video, sbg pengolah sinyal audio dan video, dan sekaligus
sebagai penguat suara
multikanal.
3.
Speaker home
theater atau speaker multikanal, sbg pembangkit suara yang dapat didengar dan
dapat menampilkan efek suara multi kanal (Front L+R, Rear L+R, Center)
4.
Kabel penghubung (interkoneksi), sbg penghubung sinyal
antar perangkat
5.
Sub-Woofer, sbg penghasil suara nada sangat rendah
6.
Penampil Video, sbg pengolah/pengubah sinyal video dari
sumber sinyal video menjadi gambar yang dapat dilihat.
7.
Perangkat
tambahan:
Pembangkit efek
getar, sbg penghasil efek getaran mekanis yang dapat dirasakan oleh manusia
mengikuti suasana tayangan pada layar penampil video dan suara nada rendah pada
speaker.
Filter/penyaring sumber
listrik, sebagai penyaring terhadap adanya gangguan frekuensi liar (noise) yang
menyertai atau meng-interferensi sumber listrik jala-jala.
Sumber: http://www.home-theater-automation-and-electronics.com